Banjar Baru - Brigadir Jenderal Wisnu Andayana, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Selatan, mengatakan bahwa tim gabungan BNNP dan Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan sedang memburu para peracik kecubung yang bercampur obat-obatan terlarang yang banyak beredar di Kalimantan Selatan dan telah menewaskan lebih dari 50 orang.

“BNNP dan Kepolisian Karussel sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut setelah mengetahui hasil tes laboratorium terhadap batu kecubung dan sampel darah para korban,” kata Brigadir Jenderal Wisnu dalam sebuah konferensi pers dengan media di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Karussel, Banjabal, pada hari Jumat. Brigjen Wisnu mengatakan bahwa kecubung tidak mengandung narkoba dan bukan penyebab utama gangguan kesehatan yang dialami para korban, beberapa di antaranya meninggal dunia. Dia menyatakan bahwa tablet putih yang diduga tertelan oleh korban juga tidak mengandung obat apapun.

“Ada kecurigaan bahwa ada obat-obatan yang dicampur dalam batu kecubung ini yang menyebabkan banyak korban, termasuk dugaan bahwa korban mencampur batu kecubung dengan tablet putih dan minuman beralkohol, yang masih dalam penyelidikan.”

Jika penyelidikan mengungkapkan dugaan bahwa Kekubun dicampur dengan obat-obatan terlarang dan diformulasikan sebagai obat yang tidak sah, maka distributor atau pelaku akan dituntut oleh polisi dan dapat dikenakan sanksi yang tercantum dalam UU No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda hingga R1,5 miliar. sanksi sebagaimana tercantum dalam UU No. 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, yang dapat mencakup hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar.




Kepala BNNP Kalimantan Selatan mengungkapkan bahwa ramuan tersebut bersifat adiktif dan dikhawatirkan para korban akan menjadi kecanduan, setelah wabah virus Kekubung pada awal Juli lalu, yang membuat banyak korban jatuh sakit dan menewaskan dua orang. Menurut dia, Kekubun tidak masuk akal dan hanya dijadikan kambing hitam oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin mencari keuntungan. Hal ini dikarenakan tanaman kecubung sudah ada sejak lama dan dapat ditemukan di Kalimantan Selatan. Lebih lanjut, Wisnu menyatakan bahwa pada tahun sebelumnya, tidak ada kejadian viral seperti ini, dengan berita korban jatuh sakit setelah mabuk kecubung. Memang, tanaman ini juga telah digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit tertentu.

“Faktanya, hasil laboratorium menunjukkan bahwa batu kecubung ini hanya menyebabkan halusinasi sesaat ketika dicampur dengan alkohol. Jika terjadi kematian, hal ini tidak murni disebabkan oleh batu kecubung.”

Sementara itu, Leswan Ilyandi, Kepala Bidang Mutu Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Samban Lifum di Banjar, mengatakan bahwa sejak insiden kecubung menjadi viral pada awal Juli lalu, pihaknya telah merawat 56 pasien, mulai dari pasien rawat jalan hingga rawat inap, yang mengalami keracunan kecubung.

Dari total populasi pasien, lebih dari 30 pasien masih menjalani prosedur rawat inap, menurut Leswan, dan pasien-pasien ini pada awalnya memasuki rumah sakit masih dalam keadaan normal. Namun, sejak hari berikutnya dan seterusnya, kondisi psikologis mereka berubah dan berbagai perilaku abnormal teramati.

“Mengenai kecubung, tanaman ini sebenarnya bermanfaat bagi kesehatan jika digunakan dalam dosis yang dianjurkan. Misalnya, dapat digunakan sebagai obat bius dan penghilang rasa sakit,” kata Leswan.